Kamis, 30 Juni 2011

Analisis Naskah Drama


BENTURAN KEPENTINGAN DALAM DRAMA DILARANG KAWIN KARYA IWAN DJIBRAN

Abstrak

Tujuan analisis naskah drama Dilarang Kawin yaitu untuk mengetahui pesan atau amanat moral yang pengarang berusaha sampaikan melaui naskah drama. Selain itu, untuk mengetahui keterkaitan antara cerita dalam naskah drama dengan kehidupan atau realitas yang terjadi di masyarakat. Masih adakah kehidupan yang mirip atau serupa dengan naskah drama, atau naskah drama Dilarang Kawin ini hanya karya fiksi semata tanpa potret dari realita yang ada. Serta adakah keterkaitan naskah drama dilarang kawin dengan naskah drama lain yang menggambarkan penceritaan y ang serupa, meski dalam konteks dan situasi yang berbeda.

Pendahuluan
Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Beberapa contoh hasil sastra yaitu puisi, novel, cerpen, dan drama. Pada kesempatan ini penulis hanya akan membahas tentang drama, dalam hal ini analisis naskah drama.
Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang masih kurang diakrabi oleh pembaca atau penikmat karya sastra. Kebanyakan dari masyarakat penikmat sastra lebih gemar melihat pementasan naskah drama adaripada membaca naskah drama. Tak jarang dalam pementasan drama terdapat adegan dan dialog yang dipotong atau dihilangkan. Meskipun tidak menghiangkan atau mengurangi pesan yang ingin pengarang sampaikan kepada masyarakat.
Selain membaca dan melihat pertunjukan drama, analisis naskah drama pun tak kalah pentingnya. Dengan menganalisis naskah drama, kita dapat mengetahui makna yang lebih dalam terhadap karya sastra yang berusaha pengarang sampaikan. Naskah drama merupakan karya fiksi yang lebih banyak menggamabrkan kehidupan masyarakat. Salah satu contohnya yaitu naskah drama Dilarang Kawin yang akan penulis analisis pada pembahasan ini. Naskah drama Dilarang Kawin menceritakan tentang perbedaan status dan kewarganegaraan yang mengakibatkan hubungan dua insan yang sedang menjalani asmara harus terbentur oleh perbedaan tersebut.

Pembahasan
Drama Dilarang Kawin karya Iwan Djibran menceritakan kemelut hubungan asmara yang dijalani oleh Drajat dan Susi Hong. Drajat adalah orang pribumi asli, sementara Susi Hong adalah warga keturunan Cinta yang tinggal di Indonesia. Cinta mereka terbentur oleh restu kedua orang tua karena perbedaan ras dan kewarganegaraan.
Keluarga yang satu adalah keturuan Cina dan yang satunya lagi adalah berlatar belakang pribumi atau orang Indonesia asli. Kisah ini terjadi di negara Indonesia. Sebagian besar orang Cina yang berada di negara ini adalah imigran dari negeri TIongkok, tempat mereka berasal. Namun kesialan terjadi saat kedua keluarga ini akan disatukan oleh sebuah ikatan cinta di antara anak-anak mereka. Sangat jarang memang orang Cina yang menyetujui anaknya untuk menikah dengan orang Indonesia atau Pribumi. Selain karena terkenal miskin, penduduk di negeri ini juga terkenal suka memanfaatkan kekayaan seseorang. Hal ini terlihat dari setiap tema sinetron di layar televisi di Indonesia.
Selain berkisah tentang keluarga, pertentangan keras antara kedua keluarga ini juga dilatarbelakangi oleh sebuah tragedi berdarah di Jakarta, saat masyarakat Tiongkok dibantai massal oleh orang Indonesia yang diprovokasi oleh pemerintah Belanda guna membendung paham komunis. Kaum kapitalis memang sangat benci dengan yang namanya sosialis komunis. Pertentangan ketiga ideologi ini terlihat dari tragedi percintaan yang tidak henti-hentinya mendapat pernyataan ketidaksetujuan, baik dari orang Indonesia sendiri maupun orang asing di negeri ini (orang Arab).
Pada adegan pertama menceritakan tentang pertemuan Drajat dan Susihong di sebuah taman. Keduanya sama-sama merenungi hubungan cinta mereka yang tanpa restu orang tua. Rasa hormat terhadap orang tua dan perasaaan cinta yang membara membuat jiwa mereka tertekan. Hal inilah salah satu penyebab yang senantiasa membuat Drajat mengeluh. Gambaran peristiwa dapat dilihat pada cuplikan dialog berikut.
“Susi : Tapi kau sering mengeluh.
Drajat : uuuhh….mengeluh adalah tanda orang yang masih hidup jangan salahkan aku!”
Adegan kedua terjadi dirumah Susihong dan Drajat. Dimana dikedua rumah itu terjadi perdebatan antara anak dan orang tua yang berhubungan dengan larangan susihong dan Drajat menjalin asmara. Menurut pendapat papa Hong ayah Susi Hong, orang pribumi mencintai orang cina hanya karena hartanya. Dalam hal ini, kita dapat mengartikan bahwa bukan cinta suci yang diberikan orang pribumi terhadap orang cina. Melainkan karena adanya sesuatu yang diinginkan. Entah itu harta ataupun jabatan. Meskipun jabatan pemerintahan tetap dipegang oleh orang pribumi, namun semua itu tidak lepas dari campur tangan orang cina. Hingga masyarakat cina menganggap bahwa mereka hanyalah hewan piaraan pribumi yang hanya akan diambil keuntungannya. Pendapat inilah yang membuat papa Hong melarang hubungan asmara mereka. Ia menganggap orang pribumi semuanya sama, sama-sama memperlakukan orang cina seperti ayam ras.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dirumah Drajat. Pertentangan antara anak dan ayahnya terjadi. Paksa ayah Drajat takut jikalau nantinya yang menguasai dalam hal ini mewarisi wilayah indonesia adalah bangsa cina bukan bangsa indonesia. Selain itu, adanya monopoli pemerintahan ternyata telah terjadi beberapa tahun silam. Gambaran tentang adanya monopoli pemerintahan ini dapat dilihat dalam kutipan dialog berikut.
“paksa : Anakku ingatlah siapa namamu. Kau adalah Tampar Drajatnegara dan aku Dr. Paksa Cakarnegara. Aku mendidikmu untuk berbuat baik bagi keluarga dan golongan kita, bukan untuk negara! Karena semua pemimpin dinegara ini tidak ada yang mampu berbuat suci untuk memperbaiki negara, tetapi aku masih bersyukur, walaupun negara ini rusak tetapi pemimpinnya masih orang pribumi dan aku tak bisa bayangkan jika presiden negara ini adalah Cina.”
Kalimat yang perlu digarisbawahi pada potongan dialog di atas yaitu “Aku mendidikmu untuk berbuat baik bagi keluarga dan golongan kita, bukan negara kita.” Potongan kalimat tersebut merupakan gambaran atas jabatan/kekuasaan yang oleh para pemimpin hanya dijadikan sebagai ajang kepentingan pribadi dan golongan. Hanya untuk memperkaya dan memakmurkan diri sendiri, bukan untuk kemakmuran dan kemaslahatan masyarakat.
Gambaran tentang peristiwa tersebut banyak terjadi di negara kita. Di mana orang-orang berduitlah yang akan memiliki suatu jabatan yang tinggi. Segala sesuatunya dibeli dengan uang. Jabatan dibeli dengan uang, tanpa sekolah orang yang beruang dapat memiliki ujazah perguruan tinggi, dengan apalagi kalau bukan dengan uang. Bahkan yang lebih tragis lagi, paman, om, tante, dan kerabat dapat dihargai dengan uang.
Selain gambaran masalah politik, gambaran tentang perbedaan status dan ras masih banyak juga terjadi dalam masyarakat kita. Meskipun dalam kasus yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dalam salah satu naskah drama yang berjudul Ningrat karya La Ode Sadia. Drama Ningrat tidak jauh berbeda dengan drama Dilarang Kawin. Keduanya sama-sama melarang anaknya menjalin hubungan asmara karena perbedaan status sosial. Jika dalam drama Dilarang Kawin karena adanya perbedaan kewarganegaraan, dalam drama Ningrat karena adanya perbedaan strata sosial dalam hal ini kaum bangsawan dan rakyat jelata. Kasus ini tidak lepas dari sorot mata kita akan kehidupan masyarakat Indonesia. Di mana yang kaya makin kaya dan yang miskin akan semakin terpuruk.
Selain itu, kisah dalam drama Dilarang Kawin merupakan salah satu dampak dari peristiwa yang terjadi puluhan tahun silam. Di mana ketika itu masyarakat Indonesia membantai habis penduduk Cinta yang bertempat di Indonesia. Meski bukan tanpa alasan, namun peristiwa tragis tersebut pasti masih tetap berdampak pada beberapa generasi berikutnya.
Drama Dilarang Kawin juga memberikan gambaran akan masyarakat Indonesia akan dijajah kembali. Dalam hal ini bukan dijajah secara fisik, melainkan ketakutan akan dirampasnya hal milik perseorangan dan digantikan dengan hak milik secara bersama yang diatur atau dikontrol oleh pemerintah. Mengapa ketakutan ini terjadi, sebab bangsa Cinta ketika itu adalah bangsa yang menganut paham komunis. Oleh sebab itu, mereka disebut golongan komunis. Meski di akhir cerita ternyata kaum pribumi sendiri yang menggadaikan bangsanya dengan dalihkerja sama dengan negara Amerika Serikat yang menganut paham kapitalis yang saat itu masih memimpin atau memegang perekonomian dunia. Meski kedudukan itu telah lengser dan jatuh ke tangan Cina.
Drama ini adalah cermin dan ketiga warga negara yang ada di Indonesia, di mana masing-masing pihak saling mempertahankan pengaruh. Tidak ada yang mau mengalah. Masing-masing berpendapat bahwa bangsanyalah yang patut menjadi penguasa di Indonesia. Di sisi lain, orang pribumi mengalami dilematis di antara itu, di mana mereka bingung untuk menentukan pilihannya. Begitu banyak bangsa yang memiliki ideologi yang berbeda. Di sisi lain, Cina adalah negara komunis yang sangat dibenci oleh kapitalisme dari Amerika Serikat tetapi Cina juga adalah penyumbang devisa akonomi melalui masyarakat Cina yang tinggal di Indonesia. Wajar saja jika pada dialog antara Susi Hong dan ayahnya, ayahnya mengatakan bahwa “Kita ini seperti ayam ras yang hanya diambil keuntungannya oleh orang pribumi”. Ini adalah gambaran keadaan negara kita yang hanya mengambil keuntungan dari orang Cina tanpa memperdulikan keadaan mereka. Bayangkan saja, masih ada warga keturunan Cina yang yang masih selalu dipersulit dalam kepengurusan KTP. Ini menyedihkan memang.
Di lain pihak, orang Amerika juga memiliki pengaruh yang besar yang besar terhadap permodalan di Indonesia. Sebagian besar investor berasal dari sana. Sebagai negara berkembang kita juga ikut merasakan ini. Itulah sebabnya, Amerika Serikat juga selalu ikut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia, bahkan beberapa kebijakan juga tidak luput dari perhatian mereka.
Selain ada keterkaitan antara drama Dilarang Kawin dengan drama Ningrat, masih ada pula keterkaitan antara kedua drama tersebut dengan drama Bulan Muda yang Terbenam karya La Ode Balawa. Di mana drama Bulan Muda yang terbenam juga mengisahkan petentangan antara atau kesenjangan sosial dalam hal ini perbedaan status sosial antara golongan ningrat dengan masyarakat biasa.
Perbedaan strata sosial tersebut mengakibatkan hubungan asmara antara Wani dan La Domai terbentur oleh restu orang tua. Di mana Wani adalah gadis keturunan bangsawan dalam hal ini Wani masih keturunan raja. Di mana ayah Wani masih menjunjung tinggi adat istiadat dan kepercayaan-kepercayaan nenek moyang. Hingga dia melupakan bahwa masih ada kekuasaan tertinggi di atas itu semua yaitu Tuhan yang Maha Esa. Sementara La Domai hanyalah seorang pelaut yang berasal dari masyarakat kebanyakan (rakyat jelata).
Keterkaitan antara ketiga drama tersebut yaitu adanya larangan atau pertentangan dari orang tua terhadap anaknya yang sedang menjalin hubungan asmara. Hanya karena adanya perbedaan strata sosial di antara keduanya. Dalam drama Dilarang kawin, penghalang hubungan cinta antara Susi Hong dan Drajat yaitu karena perbedaan kewarganegaraan. Di mana jika dikaitkan dengan kehidupan atau era sekarang yang mana perbedaan kewarganegaraan ataupun strata sosial sudah bukan merupakan halangan/rintangan bagi seseorang untuk menjalin asmara. Meskipun masih ada sebagian masyarakat yang tetap menjadikan perbedaan khususnya perbedaan strata sosial sebagai alasan untuk melarang anaknya menjalin asmara dengan orang yang sayangi.
Di sisi lain, di negara kita Indonesia ini jangankan perbedaan kewarganegaraan, perbedaan agama pun bukan lagi merupakan halangan bagi sepasang kekasih untuk membina keluarga. Meskipun pernikahan yang mereka laksanakan bukan negara kita, tetapi kehidupan dan waktu perjalanan kehidupan yang mereka jalani berada di negara kita. Hal ini, bukanlah contoh yang baik bagi generasi penerus bangsa. Jika dalam satu keluarga saja sudah tidak ada persamaan keyakinan, apalagi dari sisi yang lain. Inilah logika yang dapat kita ambil. Dan logika yang paling mendasar lagi, mengapa perbedaan srata sosiallah yang lebih banyak menyakiti perasaan sepasang remaja yang ingin membina rumah tangga. Apakah begitu hinanya masyarakat jelata itu? Sekali lagi, jika dilihat dari kehidupan sekarang ini, masyarakat biasalah yang lebih terhormat daripada mereka yang kaya tetapi dari hasil mencuri uang rakyat.
Jika dilihat dari penjelasan di atas dan dikaitkan dengan drama Dilarang Kawin, maka kita harus kembali menengok peristiwa yang terjadi beberapa tahun silam. Di mana orang-orang cina yang tinggal di Indonesia pada waktu itu dibantai habis oleh penduduk Indonesia. Dengan anggapan bahwa orang Cina adalah orang dengan paham komunis. Seperti yang telah saya katakan pada pembahasan awal.
Peristiwa dalam drama Dilarang Kawin agak sedikit berbeda dengan peristiwa yang terjadi dalam drama Ningrat dan Bulan Muda yang Terbenam. Meski ketiganya sama-sama menentang asmara hanya karena adanya perbedaan yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk dipermasalahkan. Perbedaan yang terjadi dalam drama Ningrat dan Bulan Muda yang Terbenam yaitu karena adanya perbedaan srata sosial antara bangsawan (si kaya) dan rakyat jelata (si miskin). Meskipun ending atau akhir dari ketiga drama tersebut berbeda-beda. Akhir dari drama Dilarang Kawin yaitu dapat dikatakan bukan ending yang kita duga. Ending dari drama Dilarang Kawin ini merupakan gambaran dari kehidupan para pejabat yang ada di negara kita sekarang. Monopoli kekuasaan, peran keluarga, serta uanglah yang menjadi raja kekuasaan. Ketiga hal tersebut merupakan gambaran yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di negara kita sekarang ini.
Sementara akhir dari drama Ningrat yaitu seperti yang terjadi di masyarakat kebanyakan. Karena tidak adanya restu dari salah satu pihak, maka jalan pintas (kabur/biasa kita kenal dengan istilah kawin lari, meski pernikahan belum mereka lakukan). Peristiwa seperti ini sering kita lihat di masyarakat. Peristiwa ini mengingatkan saya pada drama Seribu Sunia. Di mana dalam drama Seribu Sunia juga menceritakan tentang larangan bagi Sunia dan La Mantugi yang sedang menjalin asmara. Larang ini berasal dari ayah Sunia. Di mana Sunia adalah keturunan dari orang berada, sementara La Mantugi adalah keturunan dari keluarga miskin. Akhir dari drama ini hampir sama dengan drama Ningrat, bedanya di akhir cerita akhirnya Sunia dan La Mantugi akan dinikahkan oleh masyarakat karena kesalahpahaman masyarakat terhadap mereka berdua.
Berbeda dengan akhir dalam drama Bulan Muda yang Terbenam. Di mana akhir dari drama ini yaitu kematian yang diawali dengan pertarungan antara La Domai (kekasih Wani) dan La Ngkaliti (kakak Wani). Kematian La Domai diikuti oleh bunuh dirinya Wani untuk menunjukkan betapa kuat dan tulusnya cinta mereka. Meski dengan akhir yang berbeda, namun keterkaitan keempat drama tersebut merupakan bukti bahwa perbedaan srata sosial masih melekat dalam masyarakat kita.
Selain perbedaan dan keterkaitan antara keempat drama di atas, terdapat pula pesan-pesan yang pengarang berusaha sampaikan melalui karya-karya mereka dalam hal ini naskah drama. Pesan yang kita tangkap ketika membaca drama Dilarang Kawin yaitu yang pertama, berkaitan dengan dunia pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan dialog antara Drajat dan Paksa, berikut.
“Drajat: Aku tidak sependapat dengan ayah! Aku ingin kebaikan terwujud di negara ini.
Paksa: Anakku, ingatlah siapa namamu. Kau adalah Tampar Drajat Negara dan aku Dr. Paksa Cakarnegara. Aku mendidikmu untuk berbuat baik bagi keluarga dan golongan kita, bukan untuk negara! Karena semua pemimpin di negara ini tidak ada yang mampu berbuat suci untuk memperbaiki negara, tetapi aku masih bersyukur walaupun negara ini rusak tetapi pemimpinnya masih pribumi dan aku tak bisa membayangka jika presiden negara ini orang Cina.”
Dari kutipan dialog di atas memberikan gambaran pesan tentang masih adanya ketidakjujuran yang terjadi pada pemimpin-pemimpin kita. Meski tidak semuanya demikian. Kedua, berkaitan dengan diskriminasi ras (adanya pilih kasih yang mengutamakan golongan). Hal ini terlihat dalam kutipan dialog berikut.
“Drajat : ayah…, aku punya harapan selain cinta pada Susi Hong, aku juga ingin menghapus jurang diskriminasi antara pribumi dan keturunan Cina. Justru ayah sebagai menteri harus menciptakan persatuan suku bangsa di negara ini.”
Selain adanya ketidakjujuran pada pemerintahan di negara kita, sistem diskriminasi pun masih melekat pada bangsa kita. Hal inilah yang perlu dihapuskan dari bangsa kita. Agar apa yang dicita-citakan masyarakat untuk hidup damai dan sejahtera dapat terwujud.
Selain pesan-pesan yang telah diutarakan di atas, dari keempat perbandingan dan keterkaitan antara empat drama tersebut kita dapat menarik kesimpulan yang tersirat dari keempat drama tersebut secara umum yaitu himbauan kepada masyarakat agar menghapus perbedaan srata sosial yang ada dalam masyarakat itu sendiri. toh pada dasarnya tidak ada seorang pun yang mau hidup miskin. Hargailah mereka dan janganlah menjadikan harta dan jabatan sebagai perbedaan status sosial. Selain itu juga, janganlah memisahkan hubungan yang terjadi di antara pasangan kekasih yang ingin membina rumah tangga hanya karena harta.
Kesimpulan

Drama Dilarang Kawin merupakan kritikan terhadap para pemimpin negara akar dapat memanfaatkan kedudukan dan jabatannya untuk kemakmuran rakyat. Selain itu, kritikan tentang penghapusan perbedaan status sosial dalam masyarakat yang tidak penting yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial. Tanpa disadari perbedaan strata dan status sosial ini masih ada di lingkungan masyarakat. Hal inilah yang sebenarnya menjadi pesan yang ingin pengarang sampaikan kepada masyarakat melalui drama Dilarang Kawin ini.

Daftar Pustaka

Djibran, Iwan. 2005. Antologi Drama Sulawesi Tenggara. Kendari: Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara.
Hidayat, ahid. 2009. Kontrapropaganda dalam Drama Propaganda, Sejumlah telaah. Kendari: FKIP Unhalu.
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra, cetakan kedua. Makassar: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Negeri Makassar (UNEM).


Puisi

DIPAN USANG

Kau terpasang di sudut ruangan
Teronggok tanpa sapa dan tawa
Derai air mata menetes di tiap sudut- sudut matamu
Segumpal dosa melonglong menjerit dan merintih

Dipan usang
Rintih mu tanpa kata
Tanpa cahaya yang mampu menerobos kesepianmu
Keabu-abuan yang ada pada dirimu

Kreek…. Kreek….
Rintihmu kala orang berada di atasmu
Bak kaum papa yang senantiasa tertindas oleh penguasa
Tanpa daya tuk meronta
Tanpa daya tuk berkata
Seperti dinding putih tanpa bercak warna kau berkat
Ini takdir…!!!




LAPOA

Dari satu titi pijakanku mengayun
Kau antarku dengan senyum di penghujung gerbang
Melodi ilalang nan pepohonan bersiul mengiring derap langkahku
Senyum mengembang di setiap tikungan
Membuatku rindu akan sejuk belaianmu
Tunas kan datang membawa kedamaian tukmu
Ku kan kembali dan mengabdi tukmu lapoaku
Nantikan aku di penghujung gerbangmu

TANAM PADI

Kau tancapkan setiap helai padi
Di atas bantalan tanah bajakan
Seperti kau tancapkan harapan pada putrimu

Sanggupkah ku menjadi seperimu
Pahitnya kehidupan
Perjuangan yang begitu besar
Namun tak pernahku dengar dari bibir mungilmu sebuah rintihan…

Oooh… betapa berdosnya diriku
Bila setiap tetes keringatmu kugunakan tuk kesenanganku
Pergi sopping, jogging…
Bahkan haruskah keringat ikhlasmu kugunakan tuk landing

Keyakinanmu kan membawa keberhasilan bagi putrimu
Kau tuai padi, laksana kau tuai pelangi
Setiap tancapan padimu penyemangat bagiku
Nantikan kesuksesanku tukmu…

Cerpen


Keceriaan di Ujung Jalan

Kurebahkan seluruh badanku untuk menghilangkan penat yang bersarang di setiap sendi-sendi tulangku. Senyum tetap terkulum di bibirku dengan bayangan kesuksesan atas masalah yang berhasil kutangani siang tadi. Sesaat aku teringat ada seberkas kasus yang harus segera aku tangani. Aku bangun,mencoba mencari berkas yang kumaksud di rak buku.

Praakk… sebuah album foto kusam jatuh ke lantai. Aku membuka lembar demi lembar album foto itu, kutemukan sebuah foto usang dengan senyum mengembang di bibir mungilnya. Tanpa terasa air mata merembes di pipiku. Sesaat aku teringat peristiwa beberapa tahun lalu.

***
Suara riang dua orang gadis terdengar di salah satu kamar sebuah asrama putri. Malam itu adalah malam yang sangat menyenangkan bagiku. Sebab esok adalah hari pertamaku mulai kerja di lapangan. Begitu pun dengan sahabatku yang tinggal di samping kamarku. Dengan berkumpul di salah satu kamar, kami saling bertukar cerita dan pengalaman serta membayangkan pengalaman apa yang balakl kita peroleh besok.
Aku seorang gadis berusia 19 tahun. Cukup tua juga. Aku memiliki tinggi badan 165 cm. karena postur tubuhku yang mendukung, aku mendaftar sebagai polisi wanita di salah satu kota di daerah Surabaya. Setelah selesai masa pendidikanku, aku ditugaskan di salah satu kota yang masih sedikit asing untukku, Kendari. Dari sinilah awal aku mengenal sahabatku yang berprofesi sebagai suster di salah satu rumah sakit di Kota Kendari. Keceriaan dan kebersamaan selalu mewarnai hari-hari kami. Karena tugas dan tanggung jawab, aku harus pergi ke salah satu kecamatan yang ada di Kota Kendari, yaitu Konawe Selatan, tepatnya di desa Lapoa Indah untuk menyelidiki kasus keracunan yang hampir menimpa sebagian masyarakat penduduk desa tersebut.
SMS kabar dan berita selalu kulakukan dengan sahabatku. Perjalanan apa yang kualami serta kerinduan dan kesejukan udara pedesaan selalu kuceritakan padanya. Begitu pun dengannya yang selalu menceritakan pengalamannya merawat berbagai macam pasien yang tak pernah lepas dari pendengaranku.
Seperti malam ini. Dengan senyum puas mengembang dan perasaan puas kuceritakan keberhasilan menangani penyebab keracunan di desa Lapoa Indah. Untuk itu, aku pun merencanakan akan pulang besok pagi ke Kendari. Sahabatku sangat bahagia mendengar encanaku akan segera kembali melalui telepon selulerku.
Semua barang-barang telah kurapikan dan aku siap untuk berangkat ke kota. Sengaja aku duduk di mobil dekat jendela agar aku dapat  menikmati indahnya nuansa pedesaan, hamparan padi yang luas sera rimbunnya pepohonan di gunung Wolasi dan Ambari. Tak luput pula kubayangkan keceriaan sahabatku serta renacan bertukar cerita dan pengalaman yang nanti malam akan kami lakukan.
Jam 10.30 aku tiba di asramaku. Cepat-cepat aku ambil barang-barang dan bergegas menuju ke kamar untuk melepas lelah. Karena aku yakin bahwa sahabatku pasti belum pulang dari bertugas  di rumah sakit. Dari halaman kudengar suara-suara gaduh di dalam asrama, tetapi aku berfikir bahwa itu adalah hal biasa, tak ada bayangan menyeramkan yang hadir di pikiranku.
Jantungku mulai berdetak cepat saat aku mendengar salah seorang menyebut namaku “Itu Wati datang!” dan aku melihat kerumunan orang berkumpul di depan kamar Rini, sahabatku. Aku berusaha berlari dengan berbagai pertanyaan yang hinggap di kepalaku.
Aku menerobos kerumunan orang yang berada di depan kamar dengan detak jantung yang semakin tidak berarturan, aku melihat beberapa orang polisi berada di dalam kamar Rini.
Praaakk….!!! Jatuh semua tarang yang ada dalam genggamanku. Seluruh sendi-sendi tulangku rasanya terpisah satu per satu. Aku melihat mayat tergeletak di atas ranjang yang telah ditutup oleh kain putih. Aku dipapah oleh seorang komandan kepolisian. Aku dengar samar-samar darinya.
“Sabar Wati, Rini gantung diri. Entah apa motifnya kami belum tahu. Tetapi ada saksi mata yang melihat tadi pagi ada 3 orang laki-laki yang datang kemari. Setelah ketiga laki-laki itu pergi ia segera mendatangi kamar Rini. Berkali-kali orang itu mengetuk pintu, tak ada jawaban dari Rini. Lalu ia memanggil anak-anak asrama untuk mendobrak pintu Rini. Setelah pintu berhasil didobrak, mereka mendapati Rini sudah tak bernyawa tergantung di depan kamar mandi.”

Bibirku beku, rasanya darah mendidih dalam tubuhku. Jasad Rini dibawa ke RS untuk dilakukan visum. Dari hasil visum, ditemukan ada beberapa luka memar dalam tubuh Rini dan ada beberapa bagian baju Rini yang koyak. Aku yakin, Rini bukan mati gantung diri. Aku berjanji pada diriku sendiri dan akan membuktikan kalau Rini bukan mati gantung diri.

***
Aku bersimpuh di samping pusara, kutaburkan bunga melati kesukaan Rani. “Ran, apa kabar? Ran, tau ngga, hampir lengkap berkas-berkas kukumpulkan  untuk membuktikan bahwa engkau bukan mati karena gantung diri. Ini semua berkat dukungan keluargamu dan orang-orang yang sayang padamu. Kamu sabar dulu ya, Ran, aku berjanji akan segera menuntaskan masalah ini, agar engkau lebih tenang di alam sana. Aku juga berjanji untuk selalu menjengukmu.
Dengan langkah gontai aku melangkah meninggalkan pusara Rini. Sampai saat ini,  aku belum bisa menghapus peluh di pipiku saat aku ziarah ke pusaramu. Rin, senyummu akan selalu melekat di ingatanku.

Cerita Cinta
Selasa, 22 Juni 2010


Aku melangkahkan kaki pelan sembari mengintar taman Kendari Beach Kota Kendari sembari melepas penat yang menggelayu di pikiranku. Banyaknya tugas-tugas kantor membuatku pening dan ingin keluar rumah menghirup udara sore yang segar dengan keceriaan orang-orang yang ada di sekelilingku.
Riri…! Aku mendengar seseorang memanggil namaku. Aku memalingkan wajah ke kiri, ke kanan beruasha mencari asal sumber suara orang yang memanggilku.
Hei…! Bingung amat. Atau sudah lupami kah…? Cerocos Widi tanpa memberiku kesempatan untuk menjawab. Kapan datang? Napa gak bilang-bilang sih! Kan biar aku bisa nitip oleh-oleh gitu.
Widi adalah teman sekelasku waktu SMA. Dia orangnya riang, suka bercanda dan ceplas-ceplos kalau ngomong. Belum pernah aku melihatnya sedih atau marah, yang ada adalah dia selalu membuat orang yang di sampingnya tertawa karena sifatnya yang humoris. “Wid, sorry ya saya gak bisa datang itu hari acara pertunanganmu… tetapi saya jnji nanti kalau kami merid aku pasti datang”. Ucapanku spontan, aku menyadari tidak bisa datang di acara pertunangannya empat bulan yang lalu. Bukannya menjawab permintaan maafku, Widi malah tertawa terbahak-bahak. Namun beberapa menit kemudian awan mendung menggalyut di sudut matanya. Aku bingung tak mengerti melihat ekspresi wajah Widi yang tiba-tiba berubah.
Cerita yang terlihat hidup ini tanpa beban itulah Widi. Namun di balik keceriaan dan humorisnya dia adalah anak yang berfikir dewasa. Tidak jarang-jarang teman-teman curhat padanya ketika punya masalah untuk meminta solusi. Begitu pun denganku.
“Ri, ada sa mo cerita. Tapi jangan ko bilang-bilang sama teman-teman yang lain nha”, bisiknya di telingaku. “Ri, kemarin saya ke butik, baru ko tau Ri, saya ketemu cowo ganteng sekali. Eh, ternyata itu cowo yang punya butik. Untung ada tetangga rumah kerja di butik itu, langsung deh tadi malam saya datang ke rumahnya. Setelah basa-basi sedikit tentang kerjaannya kemudian minta deh nomor bosnya. “Emang kamu ga malu Wid?” tanyaku keheranan melihat keagresifan Widi. “Sebenarnya aku malu banget sih… tapi mau diapa.”
“Terserah deh, yang jelas kamu harus hati-hati. Ingat Wid, kita baru semester satu.” “Iya, iya,” jawabnya singkat.
Hubungan antara Widi dan cowo pemilik butik pun berlanjut dan kini mereka pun sudah resmi jadian. Sesekali aku diajak Widi untuk menemaninya keluar. Saat pertama aku bertemu dengan sosok pemilik butik yang sekarang jadi pacar Widi aku jadi kaget. Kalau dilihat-lihat, jeda umur cowok Widi jauh banget ada sekitar 15 tahun. Tetapi jika dilihat dari stailnya, memang sih masih cowo banget, hanya terlihat cowo yang sudah dewasa dan memiliki pikiran yang matang tentang masa depan.
Semester 5 telah berhasil kita lalui dan kini kita lagi menginjak semester 6. Hubungan Widi pun tetap langgeng, bahkan kini menginjak tahap serius. Hari-hari  terus kita lalui bersama dengan tugas-tugas mata kuliah, tetapi sesekali kami bersama-sama keluar untuk menghirup udara segar guna menghilangkan penat dan merefresing otak dari tuhas-tugas mata kuliah.
Tanpa terasa kini sudah semester tujuh. Siang itu setelah pembekalan KKP Widi menghampiriku.
“Ri, malam senin nanti aku mau dilamar sama Ka’ Aris”.
Spontan aku berteriak, “Wah, selamat ya Wid…”
“Hussst, dengar dulu sa bicarapi. Rencananya saya mau ajak ko pulang di kampungku hari Sabtu, kan hari Sabtu gak ada mata kuliahnya kita thu… gimana ???”
“Aduh… gimana dong Wid, hari minggukan aku harus berangkat KKP di daerah Konsel. Kamu tau sendiri kan aku ditempatkan KKP di mana.”


****
 “Dan kau tahu apa yang terjadi di hari pertunanganku, Ri…” sela Widi di tengah ceritanya.
“Pertunanganku hancur berantakan.”
“Terus, kenapa setelah itu kamu hak pernah lagi muncul di kampus?” selaku.
“Aku dipindahkan kuliah di Makassar, supaya aku bisa lupa dengan Ka Aris papa aku.”
“Maksudmu…???” aku tersentak dengan pernyataan Widi yang menyebutkan Ka Aris papa aku.
“Awalnya aku juga ngga percaya dan aku bingung dengan apa yang aku alami. Tetapi kenyataannya memang Ka Aris itu papa aku.”
Aku hanya bengong mendengar apa yang Widi ucapkan. Widi tak peduli dengan kebingunganku, dia terus melanjutkan kisahnya.
“Mama dan papa yang selama ini aku anggap sebagai ayah dan ibu kandungku ternyata bukan. Mereka sebenarnya om dan tante aku. Kelas 1 SMP mamaku sudah mengenal yang namanya pacaran. Mama pacaran  dengan papa yang sekarang kukenal dengan ka Aris. Kenaikan kelas dua SMP keluarga papa aku pindah rumah dan tidak diketahui tempat kepindahannya. Tetapi tanpa sepengetahuan siapapun ternyata mama hamil. Kehamilan mama diketahui setelah usia kandungannya berusia tiga bulan. Karena kakek dan nenek malu bila diketahui oleh tetangganya, maka mama disimpan di rumah deng buyutku di Poleang, dengan dalih mama dipindahsekolahkan. Entah apa yang terjadi dengan mama waktu itu, aku nggak bisa mengungkapkannya. Mama hamil tanpa suami dan diasingkan oleh keluarga.
Tibalah saatnya usia kandungan mama sudah sembilan bulan. Ketika mau bersalin, mama sempat memberikan amplop yang berisi surat dan foto laki-laki yang menyatakan bahwa itu ayah kandungku. Dan itulah pesan terakhir mama. Mama tidak selamat dalam persalinan itu. Aku pun dirawat oleh om dan tante yang kebetulan tidak memiliki keturunan dan yang selama ini aku ketahui sebagai mama dan papa kandungku.”
“Kamu pasti bingung ya, Ri… darimana mereka bisa tahu kalau ka Aris itu papa kandung aku??”
Aku  mengangguk pelan.
“Mereka tahu dari album foto yang kubawa pulang waktu itu. Di situ ada koleksi foto ka Aris, papa kandungku dari ketika ia masih SD. Jujur, aku senang melihat koleksi foto-fotonya, seperti aku sudah dekat sekali sama dia. Mungkin itulah ikatan batin antara ayah dan anaknya. Dan di dalam album foto itu tersimpan foto mama dan papa lagi duduk berdua di depan kelas ketika SMP. Mama dan papa sengaja mengimpan buku rahasia itu. Mereka ingin membuktikan dugaannya ketika ka Aris datang. Ternyata dugaan mereka benar. Setelah semua itu terbongkar, aku gak ingat apa-apa lagi. Setelah aku sadarkan diri mama sudah menangis di sampingku dan papa Aris sudah tidak ada di situ.”

****
Satu minggu setelah peristiwa itu aku dipindahkan kuliah seperti yang telah kuceritakan tadi.
Sampai saat ini aku belum pernah lagi bertemu sama papa Aris. Terakhir kudengar katanya dia mengalami gangguan kejiwaan dan sekarang diobati atau diterapikan di luar daerah. Aku gak tahu isu itu benar atau tidak, yang jelas aku tetap mendoakan yang terbaik buat papa Aris, papa kandung aku.
“Oh ya Ri, tiga bulan lagi aku mau menikah dengan teman satu angkatanku, meskipun beda fakultas. Sebenarnya aku ingin papa kandungku juga datang, tetapi kalo ngga bisa bisa ya… mau diapa. Toh selama ini yang kukenal sebagai papa dan mama kandung aku kan yang sebenarnya om dan tanteku juga. Jangan lupa, Ri… datang nach…”
Pertemuan singkat namun sangat ngilu di hatiku. Betapa besarnya kuasa Tuhan dalam menunjukkan jalan bagi umatnya. Makasi ya Allah atas apa yang engkau berikan padaku. Bimbinglah aku agar senantiasa berada di jalanmu. Amin…